Roy Suryo akan Polisikan Menag Yaqut Terkait Ucapan Bandingkan Azan dengan Gonggongan Anjing

Roy Suryo akan Polisikan Menag Yaqut Terkait Ucapan Bandingkan Azan dengan Gonggongan Anjing

Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) KRMT Roy Suryo berencana melaporkan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas (YCQ) hari ini, Kamis (24/2).

Roy Suryo berencana membuat laporan di Polda Metro Jaya pukul 15.00 WIB. Informasi tersebut berawal dari keterangan tertulis Kongres Pemuda Indonesia (KPI).

"Hari ini KRMT Roy Suryo bersama Kongres Pemuda Indonesia akan membuat Laporan Polisi terhadap YCQ yang diduga membandingkan suara adzan dengan gonggongan anjing," tulis keterangan tersebut.

Roy Suryo menilai Menag Yaqut diduga melanggar UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) atau Pasal 156a KUHP tentang Penistaan Agama. Saat dikonfirmasi, pakar telematika itu membenarkan rencananya.

"Ya, InsyaaAllah siang nanti Jam 15.00 WIB kami akan membuat LP di Polda Metro Jaya terhadap Saudara YCQ," ungkap Roy Suryo.

Roy Suryo juga menyebut telah menyiapkan sejumlah bukti dalam pelaporannya nanti.

"Bukti-bukti rekaman audio-visual statemennya dan pemberitaan media-media," ungkap Roy Suryo.

Ucapan Menag

Sebelumnya diketahui, Menag Yaqut Cholil Qoumas telah mengeluarkan surat edaran (SE) terkait penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Aturan tersebut tertuang dalam SE Menteri Agama Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.

Kemudian ketika disinggung mengenai terbitnya surat edaran tersebut, Yaqut menyebut suara anjing yang menggonggong di komplek pemukiman pun bisa mengganggu, dikutip dari Tribun Pekanbaru. Hal itu diungkapkan Menteri Agama ketika berkunjung ke Pekanbaru, Riau.

"Misalnya kita hidup dalam satu komplek, kiri, kanan, depan, belakang, pelihara anjing semua, misalnya, menggonggong semua dalam waktu bersamaan, kita terganggu enggak?" ujarnya setelah menghadiri kegiatan temu ramah dengan para tokoh agama di Gedung Daerah, Jalan Diponegoro, Pekanbaru pada Rabu (23/2).

"Apa pun suara itu, harus kita atur, supaya tidak menjadi gangguan, speaker di masjid, di musala, monggo dipakai, silakan dipakai, tapi diatur, agar tidak ada yang terganggu," lanjut Yaqut.

Klarifikasi Kemenag

Sementara itu Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi (HDI) Kemenag, Thobib Al Asyhar, menegaskan Menag Yaqut sama sekali tidak membandingkan suara azan dengan suara anjing.

Pemberitaan yang mengatakan Menag membandingkan dua hal tersebut adalah sangat tidak tepat.

“Menag sama sekali tiidak membandingkan suara azan dengan suara anjing, tapi Menag sedang mencontohkan tentang pentingnya pengaturan kebisingan pengeras suara,” tegas Thobib Al-Asyhar di Jakarta, Kamis (24/2), melalui keterangan tertulis.

Menurut Thobib, Menag menjelaskan dalam hidup di masyarakat yang plural diperlukan toleransi. Sehingga perlu pedoman bersama agar kehidupan harmoni tetap terawat dengan baik, termasuk tentang pengaturan kebisingan pengeras suara apa pun yang bisa membuat tidak nyaman.

"Dalam penjelasan itu, Gus Menteri memberi contoh sederhana, tidak dalam konteks membandingkan satu dengan lainnya, makanya beliau menyebut kata misal."

"Yang dimaksud Gus Yaqut adalah misalkan umat muslim tinggal sebagai minoritas di kawasan tertentu, di mana masyarakatnya banyak memelihara anjing, pasti akan terganggu jika tidak ada toleransi dari tetangga yang memelihara,” jelasnya.

“Jadi Menag mencontohkan, suara yang terlalu keras apalagi muncul secara bersamaan, justru bisa menimbulkan kebisingan dan dapat mengganggu masyarakat sekitar."

Karena itu, lanjut Thobib, perlu ada pedoman penggunaan pengeras suara, perlu ada toleransi agar keharmonisan dalam bermasyarakat dapat terjaga.

"Jadi dengan adanya pedoman penggunaan pengeras suara ini, umat muslim yang mayoritas justru menunjukkan toleransi kepada yang lain. Sehingga, keharmonisan dalam bermasyarakat dapat terjaga,” tuturnya.

Edaran yang Menag terbitkan disebut Thobib hanya mengatur antara lain terkait volume suara agar maksimal 100 dB (desibel). Selain itu, mengatur tentang waktu penggunaan disesuaikan di setiap waktu sebelum azan.

"Jadi yang diatur bagaimana volume speaker tidak boleh kencang-kencang, 100 dB maksimal."

"Diatur kapan mereka bisa mulai gunakan speaker itu sebelum dan setelah azan. Jadi tidak ada pelarangan," tegasnya.

"Dan pedoman seperti ini sudah ada sejak 1978, dalam bentuk Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam," tandasnya.

Komentar Via Facebook :